laboratorium inspirasi filsafat moral agama & pemikiran islam

Jokowi Nabi Baru? (Pengertian Agama)

gambar Nabi Jokowi

Seorang temanku di Facebook menyatakan, Jokowi seorang nabi. Apakah dia serius ataukah bergurau sewaktu berkata begitu? Entahlah. Aku tak tahu. Namun apa pun itu, aku bisa menjadikannya sumber inspirasi untuk kuliah pertama matakuliah Agama-Agama Dunia ini. Di sini hendak kujawab pertanyaan: Jokowi nabi baru?

"Tidak," kata banyak orang Islam. Menurut mereka, nabi (prophet) terakhir adalah Muhammad bin Abdullah (w. 632).1

Lantas, apakah hanya karena disangkal kenabiannya oleh banyak orang, Jokowi bukan nabi? Kalau dasarnya penyangkalan begitu, siapa sih nabi yang tidak disangkal kenabiannya? Nabi Muhammad pun disangkal kenabiannya oleh banyak orang nonMuslim. Jadi, hanya karena disangkal orang, itu bukan berarti bahwa seseorang itu tidak bisa disebut "nabi".

Makna Istilah "Nabi"

Untuk dapat disebut "nabi", kriterianya apa? Mari kita tengok dulu kamus standar kita, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut kamus baku ini, "nabi" ialah "orang yg menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya".

Apakah Jokowi tergolong "orang yg menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya"? Kita belum tahu dan mungkin tidak akan tahu.

Ketidaktahuan kita ini berlaku bukan hanya terhadap Jokowi si mantan walikota Solo, melainkan juga terhadap semua orang. Sebab, kita tidak dapat menyodorkan BUKTI hakiki bahwa seseorang, siapa pun dia, merupakan "orang yg menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya". Kalau pun ada banyak orang yang sangat yakin bahwa Muhammad bin Abdullah ialah "orang yg menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya", itu bukan karena mereka tahu setelah menyaksikan buktinya. Mereka percaya (beriman) walau belum melihat buktinya.

Oleh karena itu, definisi dari kamus tersebut tidak dapat kita manfaatkan untuk penentuan kriteria kenabian seseorang. Mari kita periksa kamus lain yang mungkin lebih andal. Misalnya, Kamus Webster.

Menurut Webster's New World Dictionary, salah satu makna istilah "nabi" (prophet) ialah "seorang pemimpin atau guru keagamaan yang dianggap atau mengklaim mendapat ilham ilahi" (a religious teacher or leader regarded as, or claiming to be, divinely inspired).2

Memang, Jokowi mungkin bukan guru keagamaan. Namun, ia jelas seorang pemimpin. Memang, ia sendiri tampaknya tidak mengklaim mendapat ilham ilahi. Namun, apakah tidak ada orang lain yang menganggap ia mendapat ilham ilahi?

Selaku warga kota Solo sejak tahun 1967, aku tahu ada banyak wong Solo (dan orang-orang berbudaya Jawa lainnya) yang menganggap para pemimpin mereka mendapat "wahyu" atau ilham ilahi. Dengan mata-telingaku sendiri, aku pun tahu bahwa saat ini, banyak pula dari mereka yang menganggap bahwa Jokowi mendapat ilham ilahi. Jadi, Jokowi seorang nabi?

gambar poster Drama Korea: Wonderful Days

Tunggu dulu! Yang dimaksud dengan "pemimpin" pada definisi kamus tadi bukan segala jenis pemimpin, melainkan pemimpin keagamaan. Apakah Jokowi pemimpin keagamaan? Mari kita periksa.

Pengertian Agama

Belum lama ini, Jokowi menjadi imam jamaah shalat zhuhur di Gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Jelas, shalat merupakan aktivitas ritual keagamaan. Dalam hal ini, Jokowi adalah seorang pemimpin keagamaan. Jadi, Jokowi seorang nabi?

Sekali lagi, tunggu dulu! Dalam melakukan analisis, kita perlu berhati-hati agar tidak buru-buru melompat untuk mengambil kesimpulan secara sepotong-sepotong. Kita perlu memperhatikan hubungan antarpotongan. Dengan kata lain, kita perlu melihat konteksnya.

Ketika orang-orang yang berbudaya Jawa mengatakan bahwa pemimpin mereka itu mendapat ilham ilahi, yang mereka maksudkan bukanlah sekadar pemimpin ritual. Yang mereka bayangkan ialah sesuatu yang jauh lebih luas daripada ritual.

Bagaimanapun, agama itu memang lebih dari sekadar ritual, 'kan? Lalu, pengertian "agama" itu apa?

Karena kita sudah membicarakan konteks, sesuatu yang biasanya tidak sederhana, pengertian dari kamus mungkin tidak lagi memadai. Kita membutuhkan referensi lain yang lebih andal. Misalnya, buku kuliah karya seorang profesor lulusan Harvard University, Stephen Prothero, God Is Not One.

Ternyata, walau kita mungkin dapat menangkap maknanya, pengertian "agama" memang tidak sederhana. Prothero menerangkan:3

Selama lebih dari seabad, cendekiawan-cendekiawan mencari esensi agama. Mereka kira, esensinya adalah menghayati Tuhan, tetapi kemudian mereka mengenal orang-orang Buddha dan Jain yang menolak keberadaan Tuhan. Kini diterima secara luas bahwa tidak ada satu pun esensi yang sama-sama terdapat pada semua agama. Yang ada ialah kemiripan [sesama anggota suatu] keluarga--[yaitu] kecenderungan terhadap kepercayaan dan perilaku ini-itu.

Oleh filsuf agama Ninian Smart, kecenderungan-kecenderungan ini-itu tersebut dinyatakan sebagai tujuh "dimensi" agama: dimensi ritual, narasi mitologis, penghayatan, institusi, etika, doktrin, dan simbol estetis.4 Belakangan, ia menambahkan dimensi politik dan ekonomi.5

Dengan definisi Ninian Smart itu, suatu budaya dapat kita sebut sebagai agama apabila berisi beberapa dimensi tersebut, tidak harus semua dimensi.

Dimensi Religius Jokowi: Agama Tersirat

Apakah semua (atau sebagian dari sembilan) dimensi tadi cenderung ada pada budaya tertentu yang dikembangkan oleh Jokowi dan/atau para pendukungnya? Mari kita amati.

Pada budaya tertentu yang dikembangkan oleh Jokowi dan/atau para pendukungnya, aku melihat ada kecenderungan dimensi-dimensi:

  1. Ritual. Contoh: blusukan sepanjang masih punya kaki. Tradisi Jokowi ini mengingatkanku pada ritual haji. Keduanya sama-sama mengandung nilai-nilai persaudaraan. Selain itu, tak sedikit ritual unik di kalangan para pendukung Jokowi.
  2. Narasi mitologis. Contoh: menjadi mitos baru, meruntuhkan mitos lama. Selain itu, di kalangan pendukung Jokowi, beredar pula mitologi-mitologi semacam Jokowi Titisan Soekarno, "Kisah Kesaktian Jokowi", "Pulung Kanjeng Ratu Kidul Turun ke Jokowi", dsb.
  3. Penghayatan. Contoh: menyingsingkan lengan baju, terutama sewaktu blusukan, sampai terjun langsung ke selokan, bahkan sempat "menjejak-jejakkan kaki kanannya di dasar selokan". Selain itu, ia juga suka "sesering mungkin bersentuhan kulit dengan rakyatnya".
  4. Institusi. Contoh: menjadi kader partai politik yang mematuhi aturan organisasi. Sementara itu, kini tampak marak kegiatan berbagai perkumpulan pendukung Jokowi.
  5. Etika. Contoh: bersikap santun dalam berpolitik. Dengan demikian, kita pun dapat belajar politik santun dari Jokowi
  6. Doktrin. Contoh: mengikuti marhaenisme, tetapi dengan beberapa modifikasi, terutama dengan semangat pembaruan: Jakarta Baru, Indonesia Baru, dsb.
  7. Simbol estetis. Contoh: berpenampilan sederhana ("ndeso"), seolah-olah bersemboyan "simple is beautiful".
  8. Politik. Contoh: bersedia dicalonkan untuk menjadi gubernur (dan presiden) ketika masa jabatan walikota (dan gubernur) masih tersisa beberapa tahun.
  9. Ekonomi. Contoh: bergaya hidup sederhana, termasuk "dari Pesawat Kelas Ekonomi sampai Bakso di Pasar".

Atas dasar itu, kusimpulkan bahwa Jokowi dapat disebut telah memimpin pembangunan suatu agama baru, yaitu "neo-marhaenisme" (atau apa pun istilahnya). Dengan kata lain, dapat kita katakan bahwa Jokowi sudah menjadi nabi baru.

gambar poster Drama Korea: Wonderful Days

Bagi orang Indonesia pada umumnya, kesimpulanku tersebut mungkin mengejutkan. Namun bagi kalangan tertentu, akademisi agama khususnya, agama baru yang seperti itu bukan sesuatu yang aneh. Dalam Studi Agama, kita kenal ada agama-agama tersirat (implicit religions). Contoh: ateisme, sepakbola, musik, dll.6 Nah! Kalau ada agama sepakbola dan agama musik, apa anehnya muncul agama "neo-marhaenisme"?

Referensi & Catatan

  1. Mary Pat Fisher, Living Religions, 8th Edition (Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, 2011), Chapter 10, "Islam", p. 392.
  2. Webster's New World Dictionary, 3rd College Edition (New York: Prentice Hall, 1991), p. 1078
  3. Stephen Prothero, God Is Not One (New York: Harper Collins, 2010), p. 19.
  4. Ninian Smart, Dimensions of the Sacred (Berkeley: University of California Press, 1996).
  5. Richard D. Hecht & Vincent F. Biondo III (Eds), Religion and Culture (Minneapolis MN: Fortress Press, 2012), "Introduction", p. xi. Dengan demikian, agama-agama asli Indonesia, yang selama ini dikenal sebagai aliran-aliran kepercayaan, sebenarnya sudah tergolong agama bila "memenuhi syarat" yang relatif ringan tersebut.
  6. Pamela Detrixhe, "Religion in the World" Syllabus (Online, Fall 2013)

5 komentar:

  1. Untuk dapat disebut "nabi", kriterianya apa? Mari kita tengok dulu kamus standar kita, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut kamus baku ini, "nabi" ialah "orang yg menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya". sudah jelas Nabi adalah manusia terpilih yang menerima wahyu dari Allah melalui perantara Malaikat Jibril. dalam agamaku, tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad saw, TITIK.!! dan dalam konteks yg bapak posting di facebook, menurutku :
    - Diego maradona dan Michael jackson tidak lain hanya idola.
    - Lia eden, ahh.. siapa dia.!!
    - Gus dur, mungkin lebih tepat disebut Khalifah.
    - Mario teguh, hmm,, cukuplah ia sebagai motivator.
    sekian..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jawaban tsb kurang obyektif. Tidak ada bukti obyektif yg menunjukkan siapa "orang yg menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya". Krn itu, dlm artikel di atas kujelaskan, "definisi dari kamus tersebut tidak dapat kita manfaatkan untuk penentuan kriteria kenabian seseorang."

      Hapus
    2. kalau Nabi Muhammad saw utk saat sekarang ini tidak perlu bukti lagi untuk menentukan bahwa Dia seorang Nabi. tapi untuk ke-5 orang yg bapak sebutkan di facebook, walaupun saat ini ada bukti yg sangat obyektif bahwa mereka seorang nabi, akupun gak akan percaya.!

      Hapus
    3. Di artikel sudah kujelaskan:

      Kalau dasarnya penyangkalan begitu, siapa sih nabi yang tidak disangkal kenabiannya? Nabi Muhammad pun disangkal kenabiannya oleh banyak orang nonMuslim. Jadi, hanya karena disangkal orang, itu bukan berarti bahwa seseorang itu tidak bisa disebut "nabi".

      Hapus
  2. Mereka adalah nabi..... bagi orang-orang yang meyakini mereka nabi.
    Tetapi mereka bukan nabi...... bagi orang-orang yang meyakini Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.